Kamis, 17 Maret 2016

Tarutung Itu Durian

Tarutung, kota kecamatan yang menjadi ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Dalam bahasa Batak, tarutung berarti pohon dan buah durian. Sekilas, kita menyimpulkan bahwa Tarutung penghasil durian. Sayangnya, kesimpulan ini salah. Dinamakan Tarutung karena sebuah pohon durian yang dulunya menjadi tempat aktivitas perdagangan.

Saya pernah membaca cerita tentang pohon durian yang menjadi asal penamaan kota ini. Beberapa kali pulang kampung, tapi tidak pernah berkesempatan singgah dan melihat pohon ini. Akhirnya kesampaian juga awal Maret 2016 lalu. Inilah pohon durian berumur lebih dari 130 tahun yang menjadi "the legend" Tarutung.






Berikut sejarah seputar pohon durian yang menjadi nama kota Tarutung yang saya ambil dari www.taputkab.go.id:
Abad ke-18 (1816-1817), Onan Sitahuru Saitnihuta, telah lama dikenal sebagai pusat perdagangan terbesar di Tanah Batak. Onan Sitahuru Saitnihuta, saat ini diperkirakan meliputi kampung Hutatoruan satu dan empat. Lokasinya sekitar tiga kilometer dari Kota Tarutung.

Hal utama yang menjadi latar belakang dijadikannya Onan Sitahuru Saitnihuta sebagai pusat perdagangan dikarenakan sebuah pohon beringin (hariara, dalam Bahasa Batak) yang terletak persis di tengah perkampungan. Konon para pedagang yang datang dari kawasan Tanah Batak bagian Utara (Silindung, Humbang, Samosir, Tobasa dan Dairi) sering mengadakan perjanjian dagang di tempat ini. Di tempat ini jugalah mereka bertemu setiap kali ingin mengadakan transaksi dagang kembali.

Menurut cerita para orangtua setempat, di tempat ini juga missionaris Jerman Dr. Ingwer Ludwig Nommensen pertama kali menginjakkan kakinya di Tanah Batak dan memulai misinya dalam menyebarkan ajaran Kristen, sekaligus pendidikan dan pertanian.

Di sini juga, oleh masyarakat, Nommensen hendak dijadikan sebagai kurban sembelihan kepada Dewa Siatas Barita yang diyakini sebagai dewa pujaan masyarakat setempat waktu itu. Namun rencana itu gagal disebabkan oleh turunnya hujan batu, gemuruh, kilat dan gempa yang datang secara tiba-tiba.

Konon, sang missionaris Jerman itu diikat di sebuah pohon pohon beringin. Pohon berusia mencapai 190 tahun hingga kini masih dapat kita jumpai di Desa Sait Nihuta, Tarutung.

Pada 1877 pohon beringin di mana pada pedagang melakukan transaksi dagang tidak lagi digunakan. Sebagai gantinya para pedagang pun berpindah ke pohon lainnya, pohon durian, dalam Bahasa Batak disebut "Tarutung" yang fungsinya sama, yaitu sebagai tempat berjanji dagang. Tempat ini juga digunakan oleh para raja Silindung sebagai tempat partungkoan (pertemuan). Hingga kini, pohon durian itu masih dapat dijumpai tidak jauh dari Kantor Bupati Tapanuli Utara, Tarutung dan di depan Sopo Partungkoan Tarutung.

Kemudian, daerah ini pun disebut oleh masyarakat dan para pedagang dengan nama "Tarutung" yang sebelumnya dikenal dengan Hutatoruan. Dan sesuai perkembangan masa, Tarutung dipusatkan sebagai daerah pemerintahan, hingga kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar