Jumat, 08 Juni 2012

Tiga Bintang Emas Juventus: Kontroversi Atau Hak Yang Dirampas?


Posted by on April 25, 2012

Beberapa hari ini media ramai memberitakan tentang kemungkinan Juventus akan menambahkan satu bintang emas di atas logo mereka apabila musim ini berhasil memenangkan scudetto/kompetisi Serie A. Wacana ini menjadi perbincangan hangat antara di media sosial dan sampai merambah ke petinggi FIGC untuk ikut berkomentar. Adalah Demetrio Albertini mantan legenda AC Milan (1988-2002) yang kini menjabat sebagai wakil President FIGC mengatakan bahwa Juventus akan menimbulkan kontroversi apabila benar-benar menyematkan bintang emas ketiga pada logo mereka.

Sebelum membahas lebih jauh, perlu kami ingatkan bahwa musim 2011/2012 belum berakhir. Kompetisi Serie A masih menyisakan 5 laga dan peluang AC Milan untuk merebut Capolista masih terbuka lebar. Namun karena topik ini sedang hangat diperbincangkan, ijinkan kami berbagi dan fakta seandainya bintang tiga ini benar-benar jadi kenyataan.

Pertama-tama mari kita tengok latar belakang sejarah bintang emas ini. Berawal pada tahun 1958, President Juventus saat itu Umberto Agnelli menggagas ide Stella d’Oro al Merito Sportivo atau Golden Star for Sports Excellence (Bintang Emas untuk Pencapaian Luar Biasa di Bidang Olahraga). Tujuan bintang emas pada logo dan jersey ini adalah sebagai bentuk penghargaan kepada tim yang telah berkali-kali memenangkan sebuah kejuaraan/kompetisi. Di Italia, Juventus adalah tim pertama yang menyematkan bintang emas setelah memenangkan gelar scudetto kesepuluh pada tahun 1958. Meski demikian FIGC tidak mengatur penganugrahan bintang emas ini secara resmi. Bintang emas ini murni inisiatif dari masing-masing tim yang bersangkutan.

Tradisi bintang emas ini kemudian berkembang pesat dan diadopsi oleh tim-tim lain di Serie A, Eropa dan bahkan tingkat Internasional. Di Serie A, tim kedua yang menyematkan bintang emas adalah Internazionale pada tahun 1966, disusul AC Milan pada tahun 1979. Juventus sendiri kembali menambahkan satu bintang emas pada logo mereka setelah memenangkan gelar scudetto ke-20 pada tahun 1982. Tidak berhenti di Italia, tradisi bintang emas ini diadopsi liga-liga lain di seluruh dunia. Pada tahun 2000 Liga Turki mulai menerapkan anugrah bintang emas dengan aturan yang sama dengan Liga Italia. Tahun 2003 Rangers FC menambahkan lima bintang emas pada logo mereka sebagai tanda telah memenangkan 50 gelar kompetisi lokal. Bundesliga, MLS, Liga Swedia, Liga Belanda hingga beberapa Tim Nasional ikut menyematkan bintang emas pada logo mereka meski dengan ketentuan yang berbeda-beda.

Musim 2011/2013 ini Juventus berpeluang mendapatkan bintang ketiga mereka setelah duduk di capolista dengan selisih 3 poin atas AC Milan di posisi kedua dengan hanya menyisakan 5 laga sisa. Kontroversi muncul setelah muncul opini yang mempertanyakan keabsahan jumlah scudetto Juventus. 29 atau 27 scudetto? Bukankah 2 gelar scudetto Juventus musim 2004-05 & 2006-07 telah dicabut akibat skandal Calciopoli pada tahun 2006?

Kebanyakan dari kita mungkin berpikir bahwa Calciopoli sudah berakhir pada tahun 2006. Tidak bisa disalahkan memang, media dan publik seolah sudah puas dengan putusan Calciopoli 2006 yang menyatakan bahwa Juventus bersalah, didegradasi ke Serie B dengan pengurangan point dan dua gelar scudetto-nya harus dicabut dan salah satunya dilimpahkan kepada Inter Milan. Media seolah tutup mata dengan kelanjutan Calciopoli selama 5 tahun terakhir. Bagaimana ratusan sidang banding telah diselenggarakan, ribuan bukti baru dikemukakan dan beberapa putusan sidang banding telah ditetapkan. Kesimpulannya Calciopoli tidak berhenti pada tahun 2006 saja.

Salah satu FAKTA paling mengejutkan yang mungkin luput dari pemahaman kita semua adalah pada tanggal 4 Juli 2011 lalu seorang Jaksa Federal mengumumkan hasil penyelidikan yang telah dilakukannya selama satu tahun. Jaksa Federal ini bernama Stefano Palazzi yang selama hampir setahun ditugaskan untuk mendalami bukti-bukti baru yang dihadirkan selama persidangan banding Luciano Moggi di Naples. Berikut adalah tiga poin hasil penyelidikan Palazzi :
  • Mempertegas bahwa Juventus tidak didegradasi atas/akibat melakukan pelanggaran Article6 (Melakukan usaha mengubah posisi di klasemen melalui pengaturan score/match fixing) karena memang TIDAK PERNAH TERBUKTI. Juventus hanya terbukti melakukan pelanggaran Article1 (Tindakan tidak sportif, ex: berhubungan dengan komisi wasit). Pelanggaran atas Article1 biasanya dijatuhi sanksi denda atau maksimal pengurangan 1-3 point di klasemen. Sedangkan pelanggaran untuk Article6 akan dikenai sanksi berat berupa DEGRADASI.
  • Berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Palazzi selama berlangsungnya persidangan di Napoli, Juventus bersama dengan beberapa pihak/tim lain terbukti melakukan pelanggaran Article 1. Beberapa tim lain tersebut adalah Cellino (Cagliari), Campedelli (Chievo), Foschi (Palermo), Gasparin (Vicenza), Governato (Brescia), Corsi (Empoli), Spalletti (Udinese, coach), Foti (Reggina), Moratti (Inter) dan Meani (Milan).
  • Palazzi juga menemukan adanya pihak/tim lain yang terbukti melakukan pelanggaran Article6, yaitu : Spinelli (Livorno), Facchetti (Inter) dan Meani (Milan).

Ketiga hasil penyelidikan ini adalah fakta yang tidak direkayasa oleh siapapun. Dihasilkan dari penyelidikan selama setahun dari bukti-bukti baru yang muncul di persidangan Naples oleh seorang Jaksa Federal yang ditugaskan oleh FIGC sendiri. Sekedar catatan, persidangan Calciopoli pada tahun 2006 yang mencabut 2 gelar scudetto Juventus dilaksanakan hanya dalam kurun waktu 3 minggu alias sidang kilat. Banyak bukti-bukti yang tidak dimunculkan selama persidangan pada tahun 2006. Hasil penyelidikan Palazzi ini membuktikan bahwa Juventus tidak sepantasnya didegradasi apalagi dicabut gelar dua gelar scudetto-nya. Bahkan lebih jauh ada tim-tim lain yang seharusnya didegradasi namun justru tidak ditindak. Ini merupakan fakta, kelanjutan dan bukti bahwa Calciopoli tidak berakhir pada persidangan 2006.

Lantas mengapa tidak dikenakan sanksi kepada tim-tim yang melanggar Article6 berdasarkan hasil penyelidikan Palazzi tersebut? Jawabannya sederhana, saat hasil penyelidikan ini diumumkan kepada publik kasus sudah kadaluarsa (Di Italia masa aktif sebuah kasus hanya 5 tahun). Juventus sendiri sebagai pihak yang paling dirugikan dalam persidangan Calciopoli 2006 menggunakan hasil penyelidikan Palazzi ini untuk meminta kepada FIGC agar mengembalikan 2 gelar scudetto yang dicabut secara tidak adil pada tahun 2006.

FIGC merespon permintaan Juventus dan menggelar rapat dengan Dewan Federal FIGC pada tanggal 18 Juli 2011. Disini lah poin menarik yang perlu kita perhatikan. Dewan Federal FIGC mendeklarasikan bahwa tidak ada dasar hukum untuk mencopot Scudetto 2006 dari Inter maupun menjatuhkan sanksi tambahan karena tidak memiliki dasar hukum akibat kasus sudah kadaluarsa. Hasil keputusan dari FIGC ini tidak menyangkal apa yang ditemukan oleh Palazzi, hanya saja mereka tidak dapat mengubah putusan tahun 2006 hanya karena kasus ini sudah lewat masa 5 tahun. Dengan kata lain, apabila temuan Palazzi ini ditemukan lebih awal mungkin kontroversi penyematan bintang emas ketiga Juventus tidak akan menjadi kontroversi.

Sejarah dilapangan mencatat Juventus telah memenangkan 29 gelar scudetto. Kelanjutan Calciopoli yang ditemukan oleh Palazzi dan FIGC pun secara tidak langsung mengakui bahwa dua gelar scudetto Juventus tidak sepantasnya dicabut pada tahun 2006. Ini adalah fakta yang tidak terbantahkan.

Sekarang giliran kita merefleksikan kejadian ini dalam hidup kita atau tim yang kita bela. Bayangkan suatu pagi Anda bangun dan menyadari bahwa semua hasil jerih payah yang telah Anda kerjakan dirampas secara paksa. Baru bertahun-tahun kemudian muncul bukti bahwa Anda tidak bersalah namun semua jerih payah Anda itu sudah tidak dapat dikembalikan lagi karena kasus sudah kadaluarsa. Wajar apabila Anda kemudian mengklaim bahwa semua yang telah dirampas itu merupakan hak, bukan kontroversi apalagi provokasi.

Repost from http://signora1897.com/2012/04/tiga-bintang-emas-juventus-kontroversi-atau-hak-yang-dirampas/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar