Minggu, 02 Maret 2014

Pilih Mana, Indonesia atau Nusantara?

Seorang ahli metafisika Arkand Bodhana Zeshaprajna memperjuangkan nama Indonesia segera diganti. Doktor lulusan University of Metaphysics International Los Angeles, California, Amerika Serikat ini menjelaskan kalau tak segera ganti nama, Indonesia akan hancur tahun 2020. Beritanya bisa dibaca di http://www.merdeka.com/peristiwa/pilih-mana-nama-republik-indonesia-atau-viranegari-nusantara.html.

Menarik untuk sedikit membahas ini. Sewaktu SMU dulu, aku pernah bertanya-tanya dari mana datangnya kata Indonesia, dari bahasa apa? Kenapa negara kita dinamai Indonesia? Aku tidak menemukan jawabannya, entahlah apa karena aku tidak memperhatikan ketika pelajaran Sejarah membahas ini.

Bertahun-tahun kemudian, yang aku lupa kapan, tepatnya ketika melihat buku terpajang di Gramedia, aku lupa judulnya, tapi membahas tentang nama Nusantara, barulah aku teringat kembali dengan pertanyaan asal kata Indonesia. Kenapa tidak dikasih nama Nusantara saja ya?

Sekarang wacana pergantian nama ini muncul kembali, dicetuskan oleh Arkand Bodhana Zeshaprajna di Jakarta, 26 Februari 2014. Arkand adalah seorang doktor ahli metafisika berkebangsaan Indonesia lulusan University of Metaphysics International Los Angeles, California, Amerika Serikat. Nama aslinya adalah Emmanuel Alexander. Menurutnya, kalau tidak segera ganti nama, Indonesia akan hancur tahun 2020. Banyak kebudayaan di dunia yang mengganti nama seseorang yang sering sakit pada masa anak-anak. Begitupun dengan negara, jika bangsanya sering sakit-sakitan, maka mengganti nama negara bisa jadi solusi. (http://www.merdeka.com/peristiwa/lima-alasan-arkand-bodhana-ganti-nama-indonesia-jadi-nusantara.html)

Betul juga. Soekarno sewaktu lahir bernama Kusno Sosrodihardjo. Karena sering sakit-sakitan, orang tuanya mengganti namanya menjadi Soekarno. Ada juga beberapa negara yang berganti nama, sebut saja Thailand dari semula bernama Siam. Ini bukan karena sakit, tapi dikarenakan pergantian sistem pemerintahan dari monarki absolut ke monarki konstitusional.

Kalau ditanya kepadaku, aku termasuk setuju jika nama Indonesia diganti, bukan karena faktor metafisika seperti yang disebutkan oleh Arkand. Aku setuju karena faktor sejarah kalau nama Indonesia itu bukan nama asli dari kepulauan kita. Seperti tanda tanya besarku sewaktu SMU dulu yang terjawab bertahun-tahun kemudian setelah googling di internet dan menemukannya di wikipedia. Bagi yang penasaran belum tahu sejarahnya, bisa dibaca lengkap di http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_nama_Indonesia.

Bagi yang malas baca, kusimpulkan sebagai berikut:
Kata Indunesia/Indonesia muncul di majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA) volume IV tahun 1850 di Singapura. George Samuel Windsor Earl, seorang ahli etnologi Inggris mengajukan pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia untuk menyebutkan Kepulauan Hindia yang sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl sendiri memilih memakai Malayunesia. Masih di majalah yang sama, James Richardson Logan - seorang Skotlandia - memakai nama dari Earl tersebut dan mengganti u menjadi o, menjadi Indonesia. Belanda sendiri menyebut Hindia Belanda. Ki Hajar Dewantara adalah orang pribumi pertama yang menggunakan nama Indonesia tahun 1913 yang akhirnya dipakai oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Jadi kalau nama Indonesia adalah bikinan asing, apalah sebutan untuk kepulauan kita ini? Berangkat dari sejarah Majapahit, kata nusantara dipakai untuk menyebutkan kepulauan kita ini, seperti yang tercantum dalam Sumpah Palapa-nya Gajah Mada yang diucapkan tahun 1336:
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
yang diterjemahkan:
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Jadi kalau dipikir-pikir, terlepas dari faktor metafisika, mengapa memilih nama dari orang luar kalau ternyata ada nama yang bagus yang sudah digunakan dari zaman Majapahit untuk menyebutkan kepulauan kita. Tapi dibalik semuanya itu, mengganti nama orang tentulah lebih mudah daripada mengganti nama negara. Silahkan dipikirkan baik-baik, termasuk biaya yang diperlukan untuk mengganti nama negara ini.

1 komentar:

  1. Sebagai orang awam dalam hal nama bagus atau tidak baik berdasar metafisika atau etimologinya, saya sangat setuju jika nusantara dijadikan nama kepulauan ini dengan alasan selain enak didengar dan terkesan berwibawa, juga terkesan ada nilai magis yang yang dibawa dari sejarah negeri kita ini...yang mungkin akan membawa negeri ini ke puncak kejayaan....salam Jayalah Nusantara..dari Egik Bali

    BalasHapus